Kapan sebaiknya anda menggunakan korelasi? (penjelasan & contoh)


Korelasi digunakan untuk mengukur hubungan linier antara dua variabel.

Koefisien korelasi selalu bernilai antara -1 dan 1 dimana:

  • -1 menunjukkan korelasi linier negatif sempurna antara dua variabel
  • 0 menunjukkan tidak ada korelasi linier antara dua variabel
  • Angka 1 menunjukkan korelasi linier positif sempurna antara dua variabel

Pertanyaan yang sering diajukan siswa adalah: Kapan sebaiknya saya menggunakan korelasi?

Jawaban singkatnya: Gunakan korelasi ketika Anda ingin mengukur hubungan linier antara dua variabel dan tidak ada variabel yang mewakili variabel respons atau “hasil” .

Contoh berikut menggambarkan kapan Anda harus dan tidak boleh menggunakan korelasi dalam praktiknya.

Contoh 1: Kapan menggunakan korelasi

Misalkan seorang profesor ingin memahami hubungan linier antara nilai ujian matematika dan nilai ujian sains siswa di kelasnya.

Misalnya, apakah siswa yang mendapat nilai bagus dalam ujian matematika juga mendapat nilai bagus dalam ujian sains? Atau apakah siswa yang mendapat nilai tinggi dalam matematika cenderung mendapat nilai rendah dalam sains?

Dalam skenario ini, dia dapat menghitung korelasi antara nilai ujian matematika dan nilai ujian sains karena dia hanya ingin memahami hubungan linier antara kedua variabel dan tidak ada variabel yang dapat dianggap sebagai variabel respons.

Misalkan dia menghitung koefisien korelasi Pearson dan menemukan bahwa r = 0,78. Hal ini merupakan korelasi positif yang kuat, artinya siswa yang berprestasi baik dalam matematika juga cenderung berprestasi baik dalam sains.

Contoh 2: Kapan tidak menggunakan korelasi

Katakanlah departemen pemasaran sebuah perusahaan ingin mengukur dampak pengeluaran iklan terhadap total pendapatan.

Misalnya, untuk setiap tambahan dolar yang dibelanjakan untuk iklan, berapa banyak pendapatan tambahan yang dapat diperoleh perusahaan?

Dalam skenario ini, departemen harus menggunakan model regresi linier untuk mengukur hubungan antara belanja iklan dan total pendapatan, karena variabel “pendapatan” adalah variabel respons.

Misalkan departemen tersebut menerapkan model regresi linier sederhana dan menemukan bahwa persamaan berikut paling tepat menggambarkan hubungan antara belanja iklan dan total pendapatan:

Total pendapatan = 145,4 + 0,34*(beban iklan)

Kami menafsirkan hal ini berarti bahwa setiap tambahan dolar yang dibelanjakan untuk iklan menghasilkan peningkatan total pendapatan rata-rata sebesar $0,34.

Tindakan Pencegahan dalam Menggunakan Korelasi

Penting untuk diperhatikan bahwa korelasi hanya dapat digunakan untuk mengukur hubungan linier antara dua variabel.

Namun, dalam keadaan tertentu, koefisien korelasi tidak akan mampu secara efektif menangkap hubungan antara dua variabel yang memiliki hubungan non-linier.

Misalnya, kita membuat diagram sebar berikut untuk memvisualisasikan hubungan antara dua variabel:

Jika kita menghitung koefisien korelasi kedua variabel tersebut, ternyata r = 0. Artinya tidak ada hubungan linier antara kedua variabel tersebut.

Namun, dari grafik kita dapat melihat bahwa kedua variabel tersebut memang mempunyai hubungan – hanya hubungan kuadrat, bukan hubungan linier.

Jadi, saat menghitung korelasi antara dua variabel, perlu diingat bahwa membuat plot sebar juga berguna untuk memvisualisasikan hubungan antar variabel.

Sekalipun dua variabel tidak memiliki hubungan linier, ada kemungkinan kedua variabel tersebut memiliki hubungan nonlinier yang akan terungkap dalam diagram sebar.

Sumber daya tambahan

Tutorial berikut menjelaskan secara lebih rinci bagaimana korelasi digunakan dalam berbagai situasi:

6 contoh korelasi kehidupan nyata
Apa yang dianggap sebagai korelasi “kuat”?
Korelasi vs. asosiasi: apa bedanya?
Korelasi vs Regresi: Apa Bedanya?

Tambahkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *